Laporan wartawan sorotnews.co.id : Heri Gunawan.
JAKARTA – Beranjak 62 Tahun, STISIP Widuri menyelenggarakan Seminar “Pengembangan Teknologi Pekerjaan Sosial: Memperkuat Praktik Pekerja Sosial Berbasis Bukti” di Aula Widuri Palmerah, pada hari Kamis kemarin (6/10).
Meski hujan mengguyur kota Jakarta, peserta seminar yang hadir berjumlah 90 orang yang berasal dari praktisi, akademisi dan mahasiswa ilmu kesejahteraan sosial dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta.
Seminar dimulai pada pukul 17.30 WIB, dipandu oleh MC, Desmawati Purba dan dibuka oleh Ketua STISIP Widuri yang diwakili oleh Dr. Fordolin Hasugian, M.Si. Para peserta sangat antusias dan aktif berdiskusi.
Moderator, M. Ifan memandu para narasumber untuk menampilkan pengalaman empirik dan bukti-bukti yang pernah dilakukan. Ketiga narasumber memiliki keunikan dalam konteks praktik yang diterapkan. Narasumber pertama, Juda Damanik seorang pensiunan PNS aktif mengajar pada STISIP Widuri. Narasumber kedua, SR. Laurentina, dikenal sebagai “Suster Kargo” berfous pada penanganan korban-korban trafficking di NTT. Terakhir, Zulia Kusumawardani, seorang Pekerja Sosial Anak yang berhadapan dengan hukum di Jakarta.
Peserta seminar mendapatkan informasi baru mengenai pentingnya Case Records, Social Report, dan Journal yang wajib dikerjakan dan dimiliki oleh seorang Pekerja Sosial. Juda Damanik menekankan pentingnya pendekatan yang digunakan, dalam praktik pekerja sosial harus berbasis bukti.
“Pekerja Sosial harus berbasis bukti, tentang apa saja yang dilakukan sehingga dapat dipertanggung jawabkan baik kepada klien, keluarganya bahkan kepada dirinya sendiri”, tegas Juda, pensiunan Kemendikbud.
Hal senada juga disampaikan oleh kedua narasumber lainnya. Bahwa pengalaman yang mereka lakukan, menekankan pada pentingnya kita memiliki bukti yang tertulis, terekam dan bisa dipertanggungjawabkan.
Pada akhir sesi pemaparan, Moderator menyampaikan bahwa untuk menjadi seorang Pekerja Sosial harus menempuh pendidikan S1, memiliki sertifikat komptensi, disumpah profesi, serta tunduk pada Kode Etik Pekerja Sosial selama berpraktik dimanapun berada.
“Seorang Pekerja Sosial setelah menjadi Sarjana, kemudian lulus uji kompetensi dan mengikuti sumpah profesi, maka dapat melakukan praktik, tentu dengan pedoman yang sudah ditetapkan oleh Asosiasi Profesi atau dimana tempat Pekerja Sosial tersebut bekerja serta tunduk pada kode etik, maka kualitasnya akan sama diseluruh Indoneisia”, tutup Ifan.