Laporan wartawan sorotnews.co.id : Toni.
KOTA PEKALONGAN, JATENG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pekalongan menuntut Rosi Yunita, terdakwa kasus dugaan tagihan fiktif pelayanan pandu tunda di pelabuhan khusus PLTU Batang dengan hukuman satu tahun enam bulan.
“Terdakwa Rosi Yunita dituntut satu tahun enam bulan penjara dikurangi masa penahanan dan tetap ditahan,” kata Jaksa Bayu Murti dalam sidang pidana lanjutan di Pengadilan Negeri Pekalongan, Selasa (8/11/2022).
Tim JPU dipimpin Kasi Pidum Kajari Kota Pekalongan Adi Wibowo beranggota jaksa Fahrurozi, Diyah Purnamaningsih, Bayu Murti, dan Ida Nurliana membacakan tuntutan secara bergantian.
Terdakwa Rosi Yunita dianggap bersalah membuat tagihan palsu terhadap PT Sparta Putra Adhyaksa berdasar fakta persidangan serta analis fakta.
Terdakwa terbukti melanggar hukum sesuai dakwaan JPU dengan menjerat Rosi Yunita dengan Pasal 263 ayat 2 KUHP dan Pasal 378 Jo 53 ayat 1 KUHP.
“Isinya, barang siapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau dipalsukan seolah-olah surat itu asli. Menuntut terdakwa bersalah melakukan tindak pidana menggunakan surat palsu seolah-olah asli dan bisa mendatangkan kerugian,” terang JPU di muka persidangan.
Diketahui terdakwa merupakan radio operator dari PT Aquila Transindo Utama yang bertugas melakukan komunikasi dengan agen dan nahkoda kapal terkait layanan pandu tunda.
Dalam pembacaan tuntutan disebutkan bahwa PT Sparta Putra Adhyakas tidak mendapatkan pelayanan pandu tunda kapal antara Agustus hingga Oktober 2021. Namun perusahaan melalui terdakwa mengirimkan 17 invoice dengan nilai total Rp 267 juta.
Berdasarkan keterangan saksi Agus Pujo yang merupakan satu-satunya kapten pandu dan tunda di PT Aquila Trasindo Utama, terungkap di fakta persidangan bahwa yang bersangkutan tidak pernah melakukan pandu dan tunda kapal yang diageni oleh PT Sparta Putra Adhyaksa.
Terungkap pula bahwa PT Sparta Putra Adhyaksa telah memberi tahu pada PT Aquila Trasindo Utama apabila kapalnya yang bersandar di pelabuhan Batang tidak pernah dilayani pandu tunda oleh PT ATU sehingga meminta pada pihak lain untuk melakukan tunda dan pandu.
Kemudian terdakwa dengan sengaja mengirimkan invoice ke PT Sparta Putra Adhyaksa untuk menagih jasa pandu tunda yang tidak pernah diberikan oleh PT Aquila Trasindo Utama.
Adapun Invoice atau surat tagihan dibuat menggunakan dasar formulir pelayanan pandu tunda yang isinya sudah dipalsukan atau isinya tidak sesuai fakta yang sebenarnya seolah-olah telah ada pelayanan pandu tunda.
Di akhir sidang majelis hakim yang dipimpin oleh Hakim Ketua Mukhtari dan dua hakim anggota lainya yakni Hilarius Graita dan Budi Setyawan memberikan kesempatan terdakwa melakukan pembelaan.
“Terdakwa diberikan hak membela diri, penasehat hukum akan menyampaikan pledoi secara tertulis dan sidang ditunda Selasa 15 November 2022,” tutup Ketua Majelis Hakim, Mukhtari.