Laporan wartawan sorotnews.co.id : Suherman.
JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan RI (Kemnaker RI) memulangkan 36 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) asal Nusa Tenggara Barat (NTB). CPMI tersebut tadinya akan ditempatkan secara nonprosedural (ilegal) ke Timur Tengah. Pemulangan tersebut dilakukan setelah Kemnaker melakukan pendataan dan pendalaman terkait Inspeksi Mendadak (Sidak) di Bandar Udara Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (28/1/2023) pekan lalu.
Dalam sidak tersebut, Kemnaker menggagalkan upaya pemberangkatan dan penempatan 87 CPMI ke negara – negara Timur Tengah.
“Hari ini Kemenaker RI memulangkan 36 CPMI asal NTB karena tidak ada respons dari Pemda-nya. Serah terima. CPMI dilakukan di Bandara Juanda dengan Disnaker Jawa Timur dan selanjutnya dikawal Pengawas Kemnaker ke NTB,” kata Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker, Haiyani Rumondang, dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/2/2023).
Ini contoh kasus Human Trafficking yang marak terjadi, karena diduga kurangnya pengawasan dan proses hukum yang terjadi. Sehingga tidak ada dampak efek jera oleh para pelaku dugaan Mafia dan Sindikat Trafficking.
Kali ini diduga mafia Human Trafficking kembali terjadi yang dilakukan oleh PT. Duta Ampel Mulia (PT. DAM) yang berdiri sejak tahun 1999 dan secara resmi terdaftar berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor : 426/2016, yang beralamat di jalan Alternatif Cibubur Gg. Patoembak, RT. 005 / RW. 04, Harjamukti Cimanggis, Depok Jawa Barat.
Berdasarkan pengaduan yang diterima wartawan investigasi Sorot News, ada sekitar delapan (8) Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang diduga kuat diberangkatkan oleh PT. Duta Ampel Mulia (PT. DAM) secara nonprosedural (Ilegal) dengan wilayah penempatan Riyadh dan ditampung oleh Sarikah Tamken Damang.
Pengaduan para PMI ini mayoritas sakit, tidak kuat terhadap pekerjaan, harus mulai kerja dari jam 5 subuh sampai berhenti kerja jam 2 malam, makan kurang (disuru puasa), Cuma dikasih 1 Roti (kadang gaji dipotong untuk makan), kalau sakit dimarahin, berobat pake uang sendiri (gaji dipotong lagi), hidup seperti dipenjara, kalau ketahuan mengadu ke Indonesia para PMI akan disekap (HP nya diambil).
Investigasi Sorot News sudah berusaha menghubungi via whashapp pihak sponsor dan pihak kantor PT. DAM yang diberikan oleh PMI nya namun mereka terkesan lempar batu sembunyi tangan (tidak mau bertanggung jawab).
Forum Kader Bela Negara (FKBN) melalui Kepala Biro Antar Lembaga BKP – FKBN, S.Ranex, kembali angkat bicara terkait mafia dan sindikat trafficking yang terlihat sulit diberantas karena kurangnya pengawasan dan lemah diproses hukum, terkesan masih tebang pilih dan tidak terlihat adanya upaya memberi efek jera bagi para pelaku.
“Kasus seperti ini akan terus terjadi dan terjadi. Ini dampak karena kurangnya pengawasan, kurangnya proses hukum untuk memberi efek jera, lemah diproses hukumnya. Kepolisian harus tegas dan jemput bola terhadap dugaan kasus trafficking ini,” kata Ranex.
“Kami dari Forum Kader Bela Negara tidak akan berhenti menyoroti, memantau dan mendampingi bahkan melaporkan kasus human trafficking ini, karena ini bagian dari fungsi dan Visi Misi kami Bela Negara, karena jiwa kami Bela Negara,” ungkapnya.
Sementara, Praktisi Hukum (Pengacara), Anto Slamet Santosa, SH, yang juga Sekretaris DHC 45, yaitu Ormas Badan Pembudayaan Kejuangan ’45, kepada Sorot News mengatakan terkait sindikat human trafficking ini perlu ditingkatkan pengetatan secara menyeluruh.
“Kantor Imigrasi perlu meningkatkan pengetatan secara paripurna atau menyeluruh, jeli dan mampu meningkatkan kewaspadaan dini tentang data pembuatan paspor. Harus prosedural dan bekerja berdasarkan SOP. Pembuat paspor harus melengkapi data diri yang asli. Jika pembuat paspor hendak Ziarah atau Kunjungan kan harus ada data orang yang akan dikunjungi. Kalau perlu hubungi orang yang mau dikunjungi tersebut,” jelas Antoss.
Seperti diketahui bahwa pelanggaran hukumnya kasus trafficking (perdagangan manusia) secara illegal sudah diatur dalam Undang Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU – PPMI), pada pasal 82 UU PPMI menyebutkan dapat diancam pidana maksimal 10 Tahun Penjara dan Denda maksimal 15 Miliar. Bersambung…