Laporan wartawan sorotnews.co.id : Agus Arya.
PEKALONGAN, JATENG – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Adhyaksa yang menjadi kuasa hukum dari Agustanto (64) seorang pensiunan Polisi tiba – tiba mendatangi kantor Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Pekalongan. Kedatangan tim Pengacara tersebut untuk mengklarifikasi kesalahan akad kredit rumah yang diduga dilakukan oleh pihak bank.
“Klien kami mengangsur rumah tipe 50 bernomor C3 di Kauman Residen Batang namun yang ditempati merupakan tipe 45 bernomor D4 dengan luas tanah 96 meter persegi,” ungkap Zaenudin, pengacara korban, Kamis (22/6/2023).
Menurut Zaenudin, pihak bank BTN telah melakukan mal administrasi dalam dokumen akad kredit yang dikeluarkan sehingga kliennya dirugikan karena mengangsur lebih tinggi dari yang seharusnya.
Atas dasar itu pihaknya mendatangi bank salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkantor di Jalan Merdeka Nomor 7 Kota Pekalongan untuk upaya penyelesaian.
“Masalah ini sepertinya sengaja dibiarkan oleh pihak bank sehingga kliennya berhenti mengangsur karena khawatir setelah lunas tidak bisa menerima sertifikat rumah yang ditempati,” ujarnya.
Ketua LBH Adhyaksa, Didik Pramono menambahkan pihaknya akan berkirim surat ke Bank Indonesia maupun OJK termasuk meminta audensi dengan DPRD setempat.
“Bila perlu Bank BTN akan kami gugat ke pengadilan bila tidak ada tndakan,” tegas Didik.
Sementara itu Kepala Cabang BTN Pekalongan Nanda Puja Pratama mengatakan belum bisa memberikan pernyataan resmi karena segala hal yang berkaitan dengan hukum menjadi kewenangan kantor pusat atau wilayah.
Ia pun mengaku sebelumnya tidak mengetahui adanya kasus tersebut namun demikian dirinya juga tidak memiliki kewenangan untuk mengomentarinya.
“Detailnya seperti apa kami juga baru tahu. Kewenangan kami terbatas hanya pada bisnis yang dijalankan seperti pembukaan perumahan baru, membuka tabungan baru seperti apa dan lain sebagainya,” paparnya.
Diberitakan sebelumnya seorang pensiunan Polisi warga Kelurahan Kauman, Batang mencari keadilan sejak 2021 setelah rumah angsuran yang ditempati tidak sesuai dengan akad kredit.
Tiap bulan korban mengangsur lebih banyak dibanding seharusnya yakni mulai Rp. 2,35 juta hingga Rp. 2,8 juta selama dua tahun dengan nominal berbeda karena sistem cicilan tidak tetap.