Laporan wartawan sorotnews.co.id : Tim.
PEKALONGAN, JATENG – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Adhyaksa berhasil mengembalikan sertifikat rumah yang dijaminkan oleh kliennya ke renternir. Pengembalian sertifikat itu melalui proses negoisasi dengan oknum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Pekalongan.
“Proses penyerahan sertifikat berlangsung di ruang pertemuan di Kantor Notaris Eka Hendra Muspiyanto di Jalan Raya Mandurorejo, Kajen,” ungkap M Zaenudin dari LBH Adhyaksa, Jum’at (25/8/2023).
Penyerahan sertifikat milik kliennya tersebut disaksikan oleh sejumlah pihak yang diduga terlibat permufakatan jahat pemalsuan tanda tangan Akta Jual Beli (AJB).
“Di ruangan itu selain kami juga ada korban dan juga calon penerima pelimpahan hak sertifikat serta pihak notaris,” ujar Zaenudin.
Sebagai tanda bukti bahwa sertifikat rumah telah dikembalikan ke pemilinya tertuang dalam dua jenis dokumen. Yang pertama berita acara pengembalian sertifikat dan kedua berita acara pencabutan berkas AJB palsu.
Semua dokumen dibuat oleh pihak notaris atau PPAT dan kegiatan di dalam ruang juga didokumentasikan oleh staf. Sertifikat rumah pun akhirnya diterima korban.
“Upaya pengalihan hak atas rumah milik klien kami bisa dicegah karena bila tidak koperatif menyelesaikan persoalan ini maka resiko pidana bagi para pelakunya,” terangnya.
Zaenudin mengungkap sebelumnya sudah melakukan langkah persuasif seperti menghubungi pihak notaris untuk klarifikasi hal tersebut.
“Awalnya mereka ini mengaku korban dari rentetan peristiwa ini. Namun setelah kami tunjukan bukti dan dalil hukumnya akhirnya bersedia mengembalikan sertifikat,” katanya menjelaskan.
Pihaknya sangat menyayangkan kasus seperti yang dialami korban tidak perlu terjadi bila prinsip kehati-hatian dilakukan seperti mengecek semua keaslian dokumen.
“Artinya bila SOP (Standar Operasional Prosedur) dijalankan seperti menghadirkan suami istri atas nama pemilik sertifikat serta mengecek keaslian KTP keduanya maka hal ini tidak perlu terjadi,” papar Zaenudin.
Di sisi lain Notaris Eka Hendra Muspiyanto saat ditemui di kantornya usai acara serah terima pengembalian sertifikat menolak untuk memberikan keterangan terkait peristiwa yang dialami MS.
“Saya ndak ada waktu buat wawancara,” ucap Hendra pada saat itu dari dalam ruangan.
Sementara itu MS (58) warga Desa Paweden, Kecamatan Buaran, Pekalongan yang menjadi korban dugaan AJB palsu mengaku bersyukur telah mendapatkan kembali sertifikat milik perempuannya tersebut.
“Alhamdulillah sertifikat rumah milik anak saya telah kembali. Terima kasih kepada Pak Didik dan Mas Zaenudin dari LBH Adhyaksa yang dengan ikhlas membantu,” ucap MS.
Meski demikian sebagai korban dari dugaan AJB palsu dirinya masih belum mengerti karena disuruh menanggung biaya yang timbul dari peristiwa yang baru dialaminya itu.
“Pihak notaris meminta saya mengganti biaya materai dan cetak kertas sebesar Rp 500 ribu. Karena tak punya yang segitu lalu saya beri Rp 200 ribu tapi mereka menolak dan malah mengirim nomer rekening melalu pesan singkat,” beber MS.
Seperti diberitakan sebelumnya seorang perempuan berinisial MS mengaku terjerat renternir dan menjadi korban dugaan mafia tanah hingga terancam kehilangan rumah
seharga ratusan juta.
Kasus yang menjerat MS bermula dari persoalan hutang kepada seorang renternir sebesar Rp 6 juta yang membengkak menjadi Rp 22 juta. Karena baru bisa mencicil Rp 3 juta, MS dipaksa tanda tangan AJB namun ditolak lantaran sertifikat atas nama anak perempuannya dan nilai hutang tidak sebanding dengan harga rumah.
Belakangan , terjadi upaya pengalihan hak atas tanah dan rumah kepada orang lain dengan cara memalsukan tandangan pemilik asli oleh sorang joki yang meniru sebagai anak perempuan MS.
Karena terancam kehilangan rumah, MS pun mengadu ke LBH Adhyaksa untuk meminta bantuan hukum agar AJB yang dipalsukan bisa digagalkan.