Laporan wartawan sorotnews.co.id : S.Ranex/Red.
JAKARTA – Ketua Bidang Advokasi dan Pembelaan Wartawan, Kamsul Hasan, SH., MH, dalam catatan kecilnya di sosial medianya menuliskan, Ada dua pertanyaan yang masuk ke inbox terkait perusahaan pers dan partai politik kemudian wartawan merangkap advokat, Jumat (13/10/2023).
“Apakah boleh pengurus partai politik mendirikan perusahaan pers dan dia menjadi direktur merangkap pemimpin perusahaan,” tanya si Pulan.
Jawaban singkatnya TIDAK ADA LARANGAN pada UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, soal pengurus atau pendiri partai politik mendirikan perusahaan pers.
Terkait perusahaan pers diatur pada BAB IV, Pasal 9 yang terdiri dari dua ayat.
(1). Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
(2). Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
*Bahkan dalam penjelasan Pasal 9 ayat (1) “Setiap warga negara Indonesia berhak atas kesempatan yang sama sesuai dengan Hak Asasi Manusia, termasuk mendirikan perusahaan pers………”
Jadi partai politik punya perusahaan pers sudah ada sejak orde lama, orde baru dan sampai reformasi tidak ada larangan.
Parpol Tidak Independen
Pertanyaan berikutnya bagaimana mungkin perusahaan pers milik Parpol bisa independen ?
Soal yang ini, kita kembali kepada asas kemerdekaan pers Indonesia. Siapapun yang mengelola perusahaan pers harus Demokratis, Berkeadilan dan Supremasi Hukum (Pasal 2 UU Pers).
Perusahaan pers wajib mematuhi Pasal 5 ayat (1) terkait norma agama, rasa kesusilaan masyarakat dan asas praduga tak bersalah.
Wartawannya diperintahkan mematuhi Pasal 7 ayat (2) yaitu memiliki dan mentaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang disepakati bersama dan disahkan Dewan Pers.
Sesuai penjelasan Pasal 7 ayat (2) berarti merujuk pada KEJ 11 pasal yang antara lain harus menyajikan pemberitaan berimbang dan terverifikasi.
SKB UU ITE Dapat Pidanakan SARA
SKB Implementasi UU ITE yang ditandatangani Menkominfo, Jaksa Agung dan Kapolri melindungi perusahaan pers dari delik pencemaran nama baik.
Namun SKB tidak melindungi pers yang membuat delik mempertentangkan Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) sesuai Pasal 28 ayat (1) UU ITE dengan ancaman 6 (enam) tahun penjara.
Mengenai wartawan yang merangkap Advokat tidak ada larangan. Namun advokat yang sedang beracara tidak boleh menulis kasusnya sendiri.
Baik UU Pers maupun UU Penyiaran memberikan ruang untuk masyarakat melaporkan pelanggaran terhadap asas kemerdekaan pers dan penyiaran sehat.
Peran Serta Masyarakat mengawasi pers diatur Pasal 17 UU Pers. Masyarakat yang menemukan pelanggaran Pasal 2, Pasal 5 dan KEJ dapat melaporkan ke Dewan Pers.
Laporan terhadap penyiaran terestrial yang tidak berimbang atau melanggar P3 SPS sesuai Pasal 52 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dapat laporkan ke KPI.