Laporan wartawan sorotnews.co.id : Oriyen Suebu.
RAJA AMPAT, PAPUA BARAT DAYA – Ketua Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Abraham Dimara Umpain melaporkan pelanggaran Pemilu di Dapil II Distrik Kofiau Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, Kamis (22/02/2024).
Dalam pelaporan tersebut, dilampirkan sejumlah bukti- bukti pelanggaran Pemilu, baik itu berupa Foto maupun Video Visual kepada Bawaslu dan Gakumdu.
Abraham Dimara Umpain kepada awak media, usai melaporkan pelanggaran Pemilu menegaskan kepada Bawaslu untuk segera mengambil langkah kongkrit dengan mengeluarkan rekomendasi agar dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU), karena menurutnya laporan yang dimasukan sudah memenuhi dua alat bukti, dimana pencoblosan surat suara ganda dan juga penolakan 80 orang warga masyarakat yang menggunakan surat undangan SAH dari KPU untuk melakukan pencoblosan di TPS.
“Saat Pemilihan Umum tanggal 14/02/2024, kurang lebih 80 undangan yang telah diberikan kepada masyarakat dilarang untuk melakukan pencoblosan, tetapi yang datang menggunakan KTP dan tidak ada namanya di DPT maupun DPTB diperbolehkan untuk melakukan pencoblosan. Wah ini kan sangat keliru!,” ujar Bram.
“Yang menggunakan KTP melakukan pencoblosan sebanyak dua kali di TPS yang berbeda. Ada yang coblos di TPS 03 Kampung Deer, kemudian mereka coblos lagi di TPS 01. Kejadian yang sama juga terjadi di Kampung Ballal dan Tolobi,” jelasnya.
“Dengan kejadian tersebut, saya menilai bahwa sudah menjadi tugas dan tanggungjawab Panwas, namun Panwas itu sendiri merupakan bagian dari tim sukses,” ucap Bram.
Bram menyampaikan bahwa, “setelah pencoblosan selesai, hasil pencoblosan masing-masing TPS telah kami kantongi kemudian dilakukan rekap di Kantor Distrik, yang mana saya sendiri datang ke Distrik untuk mengawal suara Partai PKN, tetapi yang terjadi adalah intervensi sangat kencang dari Panwas, Sekertaris Panwas yang nota bene seorang PNS. Dan juga salah seorang PNS yang terlibat langsung,” terang Bram.
“Kecurigaan kami muncul dengan adanya intervensi tersebut karena salah satu Caleg merupakan adik kandung dari sekertaris Panwas, yang merupakan Eks Bawaslu yang mencalonkan diri sebagai Caleg,” tandas Bram.
“Kemudian saat saya melarang untuk tidak boleh merekap ditingkat Distrik, disitu saya melarang dengan tujuan yang baik, karena persoalan ini tentunya akan berhadapan dengan hukum, tetapi dengan keadaan terpaksa untuk dilakukan perekapan suara. Bahkan saat rekapan suara tersebut, dilakukan penekanan oleh Panwas dan rekan- rekan caleg tertentu sehingga rekapan tersebut molor selama dua hari,” terangnya.
Menurut Bram seharusnya setelah perhitungan suara di TPS, selanjutnya dihari yang sama, harus dilakukan rekapan, tetapi yang terjadi tidak demikian.
“Saya sendiri bingung sebenarnya apa yang sedang dipermainkan? Nah ternyata dari pengamatan kami ada konspirasi yang sengaja dibangun, dan pelanggaran ini Terstruktur dan Masif yang dilakukan oleh kelompok-kelompok penyelenggara itu sendiri, dimana PPD dan KPPS ditekan untuk menjalankan konspirasi tersebut, dengan tujuan mengamankan caleg tertentu. Hal ini sangat merugikan masyarakat yang mempunyai hak pilih,” ungkapnya.
“Diketahui bahwa hanya putusan pengadilan yang bisa membatalkan atau mencabut hak pilih seseorang, selain dari pada itu tidak ada satu orang pun yang melarang masyarakat untuk melakukan pencoblosan, tegas Bram.
“Di Distrik Kofiau ada sembilan TPS. Yakni Kampung Deer 3 TPS, Kampung Mikiran 1 TPS, Kampung Awat 1 TPS, Kampung Balal 1 TPS, Kampung Tolobi 2 TPS, dan Kampung Awat 1 TPS. dan semua Kampung ini diamankan untuk Caleg tertentu,” pungkas Bram.
Oleh sebab itu, Bram menegaskan kepada Bawaslu untuk segera mengeluarkan rekomendasi ke KPU.
“Agar segera dilakukan Pemilihan Suara Ulang( PSU) karena sudah sangat jelas pelanggaran- pelanggaran Pemilu yang dilakukan di Distrik Kofiau,” tegasnya.