Laporan wartawan sorotnews.co.id : Agus Arya.
JAKARTA – BUMN Holding Industri Pertambangan Indonesia (MIND ID) mendorong kolaborasi antarperusahaan pertambangan dalam negeri untuk memacu hilirisasi sumber daya alam di Tanah Air.
Direktur Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo mengatakan bahwa hilirisasi yang diinisiasi oleh pemerintah memerlukan kerja sama yang baik antarperusahaan tambang dalam upaya menciptakan produk bernilai tambah.
Menurutnya, peta kolaborasi sektor tambang harus diperluas lagi hingga lintas sektor sehingga mampu menciptakan sebuah ekosistem yang lebih lengkap dan terintegrasi.
“_Value chain_ sekarang sudah berubah. Tidak bisa semua perusahaan membangun smelter RKEF (_rotary kiln electric furnace_). Kita memang harus mau berkolaborasi. Kita punya _ore_, yang penting bagaimana kita bisa membangun ekosistem industri yang bisa memastikan produksi produk hilir sampai dengan baterai,” katanya.
Dilo menjelaskan, perusahaan yang memproduksi bijih tambang dapat mengirimkan produksinya ke smelter terkait. Nantinya hasil peleburan diteruskan ke smelter berikutnya untuk dimurnikan hingga kemudian berakhir sebagai produk jadi.
Menurutnya, strategi ini perlu diterapkan agar nilai tambah yang didapatkan lebih optimal. Tidak hanya memberi dampak pada ekonomi, upaya tersebut akan membuat tingkat kompetitif produk Indonesia menjadi lebih optimal.
Lebih lanjut, holding pertambangan yang beranggotakan PT Freeport Indonesia, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Timah Tbk (TINS), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Indonesia Asahan Aluminium serta PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mendukung pemerintah dalam meningkatkan nilai sumber daya alam di dalam negeri.
Terlebih setelah ada klasifikasi mineral strategis dan mineral kritis, Indonesia dipandang perlu mengatur kuota ekspor komoditas yang dikirimkan ke luar negeri untuk menunjukkan posisi pertambangan Indonesia di pasar global.
“Harga timah saat ini sudah kita kontrol karena hanya 3 negara yang memproduksi. Apabila 3 negara ini tidak memproduksi, maka harga pasti akan naik. Artinya sangat mudah kita bisa mengontrol harga,” ujarnya.
Di samping itu, dalam menghadapi gejolak rantai pasok dan tingkat kompetitif produk RI di pasar dunia, Anggota Grup MIND ID terus menjaga cash cost atau biaya tunai produksi pada level yang ditentukan serta tetap efektif dan efisien.
Dalam catatan MIND ID, _cash cost_ Antam pada produk feronikel mencapai US$12.300 per ton, diikuti Vale Indonesia sekitar US$10.000 – 11.000 per ton. Secara rata-rata nasional, biaya produksi feronikel di Indonesia berada di level US$11.000 – 12.000 per ton.
“Perusahaan mineral tambang yang punya _cash cost_ rendah pasti akan survive. Makanya dengan teknologi, pemanfaatan produk dapat dimonetisasi supaya _survive_,” tuturnya.*