Laporan wartawan sorotnews.co.id : Tim.
PEKALONGAN, JATENG – Seorang ibu hamil bernama Sakinah (37) warga Kelurahan Setono, Kota Pekalongan, tergolek lemah di bangsal Puskesmas Sukorejo akibat mengalami pecah ketuban saat usia kehamilannya mendekati sembilan bulan. Sementara itu, sang suami, Heri Santoso (38), tampak cemas dan sedikit panik karena anak pertama mereka terus menangis di rumah.
Pasangan suami istri ini merupakan nasabah BMT Mitra Umat. Mereka mengaku khawatir karena tabungan sebesar Rp. 80 juta yang telah disiapkan untuk biaya renovasi rumah dan persalinan tidak bisa dicairkan.
“Kemarin, sehari sebelum masuk puskesmas, saya masih datang ke kantor BMT Mitra Umat untuk meminta uang tabungan, tapi tidak diberikan dengan alasan tidak ada uang. Padahal mereka sebelumnya berjanji akan memberikan Rp. 250 ribu, tapi tidak ditepati,” ungkap Sakinah saat ditemui pada Kamis malam (10/10/24).
Sakinah menjelaskan bahwa hampir setiap hari dirinya rutin mendatangi kantor BMT Mitra Umat dengan harapan bisa mencairkan uang tersebut, namun selalu mendapat jawaban yang sama—tidak ada uang yang bisa dicairkan.
“Pernah ada ambulans datang membawa pasien lanjut usia yang juga menagih uang, tapi tetap ditolak,” tambahnya.
Kegigihan Sakinah dibenarkan oleh suaminya, Heri Santoso, yang mengatakan sudah tidak lagi melarang istrinya untuk terus menagih.
“Kami sudah tidak tahu lagi harus bagaimana agar uang tabungan bisa kembali. BMT Mitra Umat bahkan menawarkan penggantian berupa tanah, tapi kami menabung dengan harapan mendapat uang, bukan tanah,” jelas Heri.
Tabungan tersebut, menurut Heri, rencananya akan digunakan untuk merenovasi rumah yang kerap terkena banjir, serta sebagai biaya persalinan.
“BMT Mitra Umat seolah merampas mimpi kami. Kami berharap pihak BMT Mitra Umat terketuk hatinya untuk mengembalikan uang kami,” lanjutnya.
Di sisi lain, Ketua BMT Mitra Umat, M. Zaenudin, saat dihubungi, mengaku belum bisa memenuhi permintaan pencairan tabungan Sakinah. Ia berjanji akan berkoordinasi dengan bawahannya yang mengurusi keuangan.
“Saya akan coba koordinasikan dengan Pak Budi yang lebih tahu tentang cash flow keuangan. Mungkin nanti bisa bantu,” kata Zaenudin melalui sambungan telepon.
Zaenudin juga menyampaikan bahwa kebijakan terkait pembayaran dan keuangan tidak berada di bawah tanggung jawabnya, namun jika ada penukaran dengan Sertifikat Hak Milik (SHM), itu berada di wewenangnya.
“Saya fokus pada masalah SHM, jadi saya minta waktu. Saya belum ke kantor karena ada pekerjaan lain,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa biasanya ada program pembayaran di BMT Mitra Umat, di mana jika ada uang masuk, akan dibagikan sejumlah Rp 200 ribu hingga Rp 250 ribu secara merata.
“Kalau kasus urgen seperti ini, nanti saya coba bicarakan dengan Pak Budi. Saya harap bisa memberikan jawaban setelah bertemu dengan beliau,” pungkas Zaenudin.*