Laporan wartawan sorotnews.co.id : Tim.
BATANG, JATENG – Pengadaan handy talkie (HT) di desa-desa se-Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, yang didanai melalui Dana Desa, menjadi sorotan masyarakat setempat. Beberapa desa di kecamatan ini memutuskan untuk mengadakan perangkat komunikasi tersebut secara kolektif demi mempermudah koordinasi antar desa. Namun, sejumlah pihak menilai bahwa proses pengadaan ini kurang transparan, terutama karena kurangnya informasi terkait penyedia perangkat serta adanya dugaan bahwa pengadaan ini tidak melalui musyawarah desa. Situasi ini memicu polemik di masyarakat.
Sukadirin, Kepala Desa Lawangaji yang juga menjabat sebagai Ketua Paguyuban Kepala Desa se-Kecamatan Kandeman, memberikan klarifikasi terkait pengadaan HT ini. Menurutnya, pembelian HT dilakukan bukan atas rekomendasi Paguyuban, namun atas dasar kebutuhan komunikasi antar desa yang mendesak. Sukadirin menekankan bahwa kebutuhan akan HT ini sudah lama dirasakan oleh desa-desa di Kandeman, terutama mengingat kondisi geografis yang rawan bencana dan sering terkendala sinyal seluler.
“HT ini sangat dibutuhkan, terutama karena komunikasi jarak jauh antar desa sulit dilakukan dengan telepon seluler yang sinyalnya kadang kurang stabil,” ujarnya, Selasa (29/10/24).
Dalam pengadaan HT tersebut, anggaran yang dialokasikan per desa bervariasi, bergantung pada kebutuhan masing-masing. Setiap unit HT dianggarkan sebesar Rp 2.500.000, dengan jumlah perangkat yang disesuaikan dengan jumlah kepala dusun, kepala desa, dan sekretaris desa di masing-masing wilayah. Di Desa Lawangaji, misalnya, dialokasikan dana untuk lima unit HT dengan total anggaran sebesar Rp. 12.500.000.
Sukadirin juga mengklarifikasi bahwa perangkat HT ini didapatkan dari penyedia bermerek Dalcom yang berpusat di Jakarta dan memiliki perwakilan di Ungaran.
“Mengenai harga dan garansi perangkat, kami hanya menandatangani anggaran, selebihnya bisa ditanyakan ke pihak penyedia,” tambahnya.
Terkait anggapan bahwa pengadaan HT ini tidak melalui musyawarah desa (musrenbangdes), Sukadirin menjelaskan bahwa anggaran desa terkadang dapat diubah jika kebutuhan mendesak.
“Kalau sifatnya mendesak, seperti HT ini, memang bisa masuk dalam perubahan anggaran tanpa harus menunggu musrenbangdes. Sementara untuk program rutin, seperti penanganan stunting, tetap dianggarkan melalui musrenbangdes,” jelasnya.
Saat ini, perangkat HT sudah digunakan di desa-desa di Kecamatan Kandeman, meski dengan keterbatasan sinyal pada beberapa wilayah yang terhalang bukit. Meski demikian, Sukadirin menegaskan bahwa pengadaan ini semata-mata untuk memenuhi kebutuhan komunikasi dan bukan untuk mencari keuntungan.*