Terminal Bungurasih Surabaya : Dinamika Kehidupan di Pusat Transportasi Tersibuk Asia Tenggara

Laporan wartawan sorotnews.co.id : Sugeng Tri Asmoro

SURABAYA, JATIM – Sebagai terminal tipe A yang dikenal sebagai salah satu yang tersibuk di Asia Tenggara, Terminal Bungurasih Surabaya telah menjadi ikon transportasi sekaligus cerminan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia. Terletak di perbatasan antara Surabaya dan Sidoarjo, terminal ini tak hanya menjadi pusat mobilitas, tetapi juga wadah berbagai cerita yang tak terduga dari para pengunjungnya.

Bungurasih, nama yang diambil dari desa tempat terminal ini berdiri, menjadi topik perdebatan menarik: apakah ia milik Surabaya atau Sidoarjo? Namun, bagi para penggunanya, Bungurasih lebih dari sekadar lokasi geografis—ia adalah saksi bisu pertemuan, perpisahan, dan perjalanan hidup banyak orang.

“Sebagai mahasiswa yang sering bepergian antara Surabaya dan Mojokerto, saya awalnya memilih kereta sebagai moda transportasi. Namun, ketika menyadari efisiensi biaya dan aksesibilitas yang ditawarkan oleh Terminal Bungurasih, saya beralih ke bus. Dengan hanya Rp2.000 untuk bus dalam kota menuju Bungurasih, saya dapat menghemat hingga Rp24.000 setiap perjalanan pulang-pergi,” ungkapnya.

“Keputusan ini membuka mata saya terhadap keunikan terminal ini. Duduk di bangku terminal, saya menyaksikan ribuan orang berlalu-lalang, masing-masing membawa cerita hidup yang beragam,” jelasnya.

“Terminal Bungurasih adalah tempat di mana orang-orang dari berbagai latar belakang bertemu, berbagi, dan bahkan menemukan momen yang mengubah hidup mereka. Pernah suatu kali, saya duduk di sebelah seorang tentara yang baru saja menerima kabar bahwa istrinya akan melahirkan malam itu. Perasaan haru campur tegang menyelimuti perjalanan kami,” bebernya.

Ada pula seorang bapak pekerja keras asal Sukoharjo yang telah merantau 14 tahun di Surabaya. Meski sempat kehilangan dompetnya di bus, kegembiraannya mendengar kabar anaknya lulus dengan predikat cum laude membuat saya ikut merasakan kebahagiaannya.

Tidak hanya cerita serius, terminal ini juga dipenuhi momen unik. Seorang pekerja yang ingin mencoba bus listrik Trans Semanggi, misalnya, malah tertidur di dalam bus dan terbangun setelah diajak berkeliling kota.

Meskipun dikenal dengan hiruk-pikuknya, Bungurasih menyimpan sisi damai yang kerap terlewatkan. Mendengar cerita-cerita spontan dari para pelancong ternyata bisa menjadi bentuk “healing” tersendiri. Mendengarkan mereka berbicara tentang perjuangan, harapan, dan kehidupan memberikan perspektif baru yang memperkaya jiwa.

“Bagi saya, terminal ini adalah “gerbang kehidupan”—tempat di mana perjalanan manusia bermula dan berakhir. Tidak semua orang menganggap terminal sebagai tempat ideal untuk merenung, tetapi bagi mereka yang mampu melihat lebih dalam, Bungurasih adalah refleksi nyata kehidupan,” jelasnya.

Sebagai pusat transportasi yang melayani ribuan orang setiap harinya, Terminal Bungurasih tidak hanya berfungsi sebagai penghubung antarwilayah, tetapi juga sebagai ruang interaksi sosial yang hidup. Dengan segala dinamikanya, terminal ini memberikan pelajaran penting tentang keberagaman dan arti sebuah perjalanan.

Terminal Bungurasih bukan hanya milik Surabaya atau Sidoarjo; ia adalah milik semua orang yang pernah melewati, tinggal, atau bahkan sekadar singgah di sana. Terminal ini adalah cermin kehidupan, tempat di mana kisah-kisah besar maupun kecil menemukan panggungnya.**

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *