Laporan wartawan soritnews.co.id : Suherman.
JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto pada 22 Januari 2025 telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025. Dalam Inpres tersebut, Presiden menginstruksikan pemerintah pusat dan daerah untuk menghemat anggaran sebesar Rp 306,7 triliun.
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, mengungkapkan bahwa sebagian dana hasil penghematan tersebut akan dialokasikan untuk memperluas jangkauan program makan bergizi gratis. Saat ini, kementerian dan lembaga (K/L) sedang melakukan peninjauan pos-pos anggaran yang dapat dipangkas guna mencapai target efisiensi.
Kementerian Keuangan telah merinci 16 pos belanja yang harus dikurangi, termasuk pengeluaran untuk alat tulis kantor, perjalanan dinas, sewa mobil, serta kegiatan seremonial. Namun, pemangkasan ini juga berdampak pada sejumlah proyek penting.
Misalnya, anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dipotong sebesar Rp 81,38 triliun, yang menyebabkan pembatalan 14 proyek bendungan dan saluran irigasi yang seharusnya mendukung program swasembada pangan. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa penghematan anggaran justru dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Dampak serupa dirasakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yang mengalami pemangkasan anggaran hingga 62 persen. Yayasan Keluarga Penyintas (YKP) menyatakan bahwa pengurangan anggaran ini dapat mengganggu pemenuhan hak-hak korban terorisme, termasuk layanan medis, psikologi, dan psikososial.
Selain itu, ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal juga muncul, terutama di RRI dan TVRI yang mulai merumahkan pekerja honorer dan kontributor. Pengusaha konstruksi turut menyatakan bahwa pemangkasan anggaran di sektor infrastruktur sebesar Rp 81 triliun berpotensi mengancam mata pencaharian jutaan pekerja konstruksi.
Menanggapi kebijakan efisiensi anggaran, Ketua Umum Barisan Relawan Nusantara (BaraNusa), Adi Kurniawan, menyarankan agar pemerintah tidak hanya fokus memangkas anggaran operasional, tetapi juga mempertimbangkan perampingan kabinet. Ia menilai Kabinet Merah Putih saat ini termasuk yang terbesar di dunia, dengan lebih dari 30 menteri, ditambah wakil menteri, staf khusus, serta berbagai Lembaga Non-Kementerian.
“Sangat ironis jika efisiensi anggaran hanya diterapkan pada proyek pembangunan dan layanan publik, tetapi tidak pada struktur kabinet yang gemuk dan boros anggaran,” ujar Adi dalam keterangannya, Rabu (12/02/2025).
Adi mencontohkan negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman yang mampu mengelola pemerintahan secara efisien dengan jumlah menteri yang lebih sedikit. Bahkan China, yang memiliki populasi lebih dari satu miliar, hanya memiliki 26 menteri dalam kabinetnya.
Adi menyadari bahwa perampingan kabinet bukanlah hal mudah karena jabatan menteri seringkali merupakan hasil kompromi politik dalam sistem pemerintahan koalisi. Namun, ia menekankan bahwa keberanian politik diperlukan untuk mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan politik.
Menurut Adi, jika Presiden Prabowo ingin menerapkan efisiensi anggaran secara konsisten, maka langkah berani untuk memangkas jumlah kementerian dan lembaga non-kementerian harus diambil.
“Jika Prabowo ingin melakukan perubahan yang signifikan, ia harus berani keluar dari bayang-bayang politik berbagi kekuasaan,” tegasnya.
Adi menambahkan, kebijakan efisiensi anggaran merupakan langkah positif yang patut didukung untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan dan pelayanan publik, serta meminimalkan potensi korupsi. Namun, hal itu harus diimbangi dengan perampingan kabinet agar agenda nasional tidak terhambat oleh struktur pemerintahan yang terlalu gemuk.
“Kami mendukung penuh Presiden Prabowo untuk merampingkan kabinet dan membubarkan kementerian serta lembaga non-kementerian yang dianggap tidak efektif dan hanya menjadi beban bagi keuangan negara,” tutup Adi.
Kebijakan ini diharapkan tidak hanya meringankan beban anggaran negara, tetapi juga meningkatkan kinerja pemerintahan dalam melayani rakyat Indonesia.**