Laporan wartawan sorotnews.co.id : Muktar.
JAKARTA – Kasus pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) secara ilegal masih terus terjadi, meskipun pemerintah telah menerapkan moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi dan negara Timur Tengah lainnya. Salah satu kasus terbaru menimpa Siti Jubaedah, seorang PMI asal Purwakarta, Jawa Barat, yang telah bekerja di Arab Saudi selama hampir satu tahun setelah diberangkatkan secara nonprosedural oleh PT Putra Timur Mandiri (PTM), sebuah perusahaan yang beralamat di Jalan Raya Condet, Batu Ampar, Jakarta.
Informasi ini disampaikan oleh seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya, yang menyebut bahwa PTM masih aktif mengirim PMI secara ilegal, meskipun ada aturan yang melarangnya. Dugaan adanya pihak yang membekingi praktik ini semakin memperkuat kekhawatiran publik mengenai lemahnya pengawasan pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap praktik perdagangan manusia berkedok pengiriman tenaga kerja.
Pelanggaran ini menjadi pertanyaan besar terkait kinerja Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) dan Kepolisian RI. Para PMI yang dikirim secara ilegal sering kali tidak mengetahui persyaratan kerja yang sah di luar negeri, sehingga rentan mengalami eksploitasi, penyalahgunaan kontrak kerja, bahkan kekerasan dan pelanggaran hak-hak mereka.
Ketua Ormas BANG JAPAR Gropet Jakarta Barat, Irsop, menegaskan bahwa praktik pengiriman PMI secara ilegal merupakan pelanggaran hukum serius yang masuk dalam kategori Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Ia meminta Kepolisian RI untuk segera bertindak tegas agar tidak muncul anggapan bahwa ada kompromi kasus atau pembiaran terhadap pelanggaran hukum ini.
“Karena ini pelanggaran TPPO, kepolisian harus bertindak. Jangan sampai setiap ada kasus seperti ini dibiarkan, nanti masyarakat menilai ada kompromi. Kami dari Bang Japar akan memantau langsung. Jika tidak ada tindakan hukum, kami akan melaporkan kasus ini secara resmi,” tegas Irsop.
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, para pelaku pengiriman PMI secara ilegal dapat dijerat dengan Pasal 81 jo Pasal 69 dan/atau Pasal 83 jo Pasal 68, dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp15 miliar.
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), pelaku juga dapat dikenakan Pasal 4, dengan ancaman pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda antara Rp120 juta hingga Rp600 juta.
Saat ini, pemerintah masih melakukan evaluasi terkait penempatan PMI di Arab Saudi dan negara Timur Tengah lainnya. Namun, praktik perekrutan ilegal oleh sindikat mafia tenaga kerja tetap marak dan terus memakan korban. Oleh karena itu, diperlukan langkah konkret dan tindakan hukum tegas untuk memberantas jaringan ilegal ini.
Pemerintah dan aparat penegak hukum diharapkan tidak kalah dalam melawan TPPO dan segera menindak para pelaku yang terlibat, baik perusahaan perekrut ilegal maupun pihak yang membekingi mereka.
“Negara tidak boleh kalah dalam pemberantasan TPPO. Jangan sampai calon PMI berikutnya menjadi korban sindikat mafia tenaga kerja. Kami mendesak Kapolri sebagai Satgas Harian TPPO untuk segera bertindak dan membuktikan komitmennya dalam penegakan hukum,” tambah Irsop.
Dengan pengawasan yang lebih ketat dan tindakan hukum yang tegas, diharapkan praktik pengiriman PMI ilegal dapat diminimalisir, serta keamanan dan hak-hak pekerja migran Indonesia lebih terlindungi.**