Laporan wartawan sorotnews.co.id : Slamet.
BATANG, JATENG – Kegiatan outing class yang diselenggarakan oleh SMPN 1 Batang pada Februari lalu menjadi sorotan publik setelah munculnya informasi mengenai biaya yang mencapai lebih dari satu juta rupiah per siswa. Meskipun pihak sekolah menyatakan bahwa kegiatan ini bersifat sukarela tidak ada paksaan.
Plt. Kepala Sekolah SMPN 1 Batang, Tikwo Hardono, yang juga menjabat sebagai Kepala Sekolah SMPN 1 Kandeman, membenarkan adanya kegiatan tersebut. Ia menegaskan bahwa outing class tidak bersifat wajib dan hanya diikuti oleh siswa yang berminat serta memenuhi syarat.
“Peserta kegiatan ini sekitar 139 siswa dari total 190 siswa. Mereka yang tidak mampu atau tidak memenuhi syarat tidak diwajibkan ikut dan diberikan tugas pengganti di sekolah,” jelas Tikwo, Senin(17/3/25).
Terkait biaya yang mencapai sekitar Rp1.200.000 per siswa, Tikwo memastikan bahwa seluruh pembayaran langsung dikelola oleh biro perjalanan, bukan oleh pihak sekolah.
“Biaya ini langsung ditangani oleh biro perjalanan tanpa ada panitia dari sekolah. Semua pembayaran dilakukan langsung ke biro tanpa ada paksaan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Tikwo menjelaskan bahwa pemilihan biro perjalanan dilakukan berdasarkan survei kelayakan, termasuk aspek asuransi dan armada transportasi.
“Kami boleh mengadakan outing class dengan syarat menggunakan biro resmi yang telah disurvei. Tidak ada pemaksaan bagi siswa yang tidak ikut. Semua sudah mendapatkan izin resmi dari dinas,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Batang, Bambang Suryantoro, menegaskan bahwa outing class diperbolehkan selama pelaksanaannya sesuai prosedur dan transparan.
“Untuk SMP, wilayah outing class mencakup Pulau Jawa, seperti Yogyakarta, Bandung, atau Jakarta. Yang penting penyelenggaraannya transparan dan tidak memberatkan orang tua siswa,” ungkap Bambang melalui sambungan telepon.
Ia juga menambahkan bahwa konsep outing class bertujuan untuk memperluas wawasan siswa di luar lingkungan sekolah.
“Jika siswa pergi sendiri tentu akan lebih sulit. Dengan sistem kolektif, biaya bisa lebih ringan dan perjalanan lebih terorganisir,” pungkasnya.
Meski demikian, polemik mengenai biaya outing class ini tetap menjadi perhatian publik, terutama terkait transparansi dan keterjangkauan bagi seluruh siswa.**