Laporan wartawan sorotnews.co.id : Toni.
KOTA PEKALONGAN, JATENG – Lagi dugaan penipuan lahan kaveling kembali terjadi, kali ini seorang pemuda bernama Rifki Arif (32) warga Kecamatan Blado, Kabupaten Batang mengaku rugi puluhan juta rupiah ketika mengetahui tanah yang sudah dibeli lunas bisa dijual orang lain.
Peristiwa nahas yang menimpa pedagang kain terpal di Pasar Senggol Kuripan Kota Pekalongan itu bermula ketika yang bersangkutan berkeinginan memiliki sepetak tanah di dekat tempatnya berjualan. Kemudian melalui kedua orang tuanya yang lebih dulu tinggal di Kota Pekalongan didatangi berkali-kali oleh perantara yang menawarkan tanah Kaveling di gang 8 Kelurahan Kuripan.
Singkat cerita pada September 2020 kedua orang tua dari Rifki Arif pun setuju membeli tanah kaveling yang dimaksud dengan harga Rp 80 juta sudah termasuk biaya balik nama. Sebagai tanda jadi, diserahkan pula uang muka sebesar Rp 30 juta dan sisanya diangsur selama satu tahun.
“Demi mengejar pelunasan, orang tua saya tiap bulan membayar angsuran dengan nominal yang cukup besar seperti Rp 15 juta, 10 juta, 6 juta, 5 juta dan seterusnya hingga total ada 7 kwitansi senilai Rp 70 juta termasuk uang muka,” ungkapnya ” Minggu 23 Maret 2025.
Ketika sudah pelunasan, dirinya sempat meminta bukti berupa fotokopi sertifikat tanah namun tidak diberikan. Justru yang didapat hanya janji bahwa sertifikat tanah sedang dalam proses, padahal saat perjanjian awal disampaikan sertifikat tanah akan jadi dalam waktu 4-6 bulan.
“Kedua orang perantara yang dimaksud adalah Sulhan selaku marketing tanah kaveling dan Abdul Kholiq yang pada saat itu mengaku sebagai notaris di hadapan orang tua saya,” ujar Rifki Arif.
Lantaran sudah kesal dengan ulah kedua pelaku yang tanpa merasa bersalah mempermainkan nasib orang tuanya, korban lantas meminta uang yang telah disetorkan dikembalikan. Akhirnya kedua belah pihak melakukan mediasi di Kelurahan Kuripan disaksikan lurah, perangkat dan Babinsa serta Babinkamtibmas setempat.
Kedua terduga pelaku berjanji akan mengembalikan uang korban pada 30 September 2024. Namun sebelum janji tersebut terlaksana, kedua terduga pelaku sudah lebih dulu menjual tanah tersebut ke orang lain pada Juli 2024 dan pada saat tiba janji pengembalian uang juga diingkari. Keduanya mengaku belum memiliki uang.
“Saya sudah habis kesabaran, makanya pada 21 November 2024 saya lapor ke polisi. Pernah juga saya mau diberikan jaminan tanah tapi saya tolak, selain harus membayar Rp 50 juta lagi juga tanah bukan atas nama kedua orang tersebut,” katanya.
Sementara itu Abdul Kholiq saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon mengakui memang belum bisa mengembalikan uang karena saat ini belum memiliki dana. Kemudian terkait pengakuan dirinya sebagai notaris hal tersebut tidaklah benar.
“Saya tidak pernah mengaku sebagai notaris, saya tidak pernah. Saya hanya bilang dari pihak yang memproses dalam artian dari pihak notaris, dilogika saja masak saya mengaku notaris kan dia tidak pernah ke kantor saya tapi saya tidak maido kan orang mungkin punya tafsiran sendiri-sendiri tergantung ininya lah,” bantahnya.
Kemudian terkait pengembalian uang, selain memang belum memiliki dana juga tanah yang dijual kembali itu uangnya digunakan untuk membayar hutang di tempat lain karena pengembangnya masih ada hutang lainnya.
“Dari pada ini beresiko, beresiko hukum malah panjang karena pada waktu itu kan untuk memproses penguningan kan,” dalihnya.
Sebagai tambahan informasi kedua belah pihak kembali melakukan mediasi yang berlangsung Jum’at 20 Maret 2025 di Kelurahan Kuripan disaksikan Lurah, perangkat dan Babinsa serta Babinkamtibmas setempat. Namun lagi-lagi kedua terduga pelaku berulah dengan menolak menandatangani kesepakatan pengembalian uang milik korban. Keduanya berdalih tetap akan mengembalikan kalau sudah memiliki uang.**