Laporan wartawan sorotnews.co.id : Sugeng Tri Asmoro.
SURABAYA, JATIM – Ratusan massa dari berbagai elemen masyarakat menggelar aksi unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, pada Senin (24/3/2025).
Berdasarkan pantauan Sorotnews, massa aksi mulai memadati Jalan Gubernur Suryo sejak pukul 13.30 WIB. Dengan mengenakan kaos hitam sebagai dresscode, mereka membentuk lingkaran di depan Gedung Grahadi dan memulai aksi dengan membakar ban, disusul teatrikal dan orasi yang menegaskan penolakan terhadap revisi UU TNI.
“Tolak UU TNI! Jangan rampas hak kami!” seru salah satu orator dalam aksi tersebut.
Sampai berita ini diturunkan, massa aksi masih terus menyampaikan orasi secara bergantian. Sementara itu, arus lalu lintas di Jalan Gubernur Suryo dialihkan melalui Jalan Taman Apsari guna menghindari kemacetan.
Sebelumnya, Andy Irfan, Sekretaris Jenderal Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), menyampaikan bahwa aksi ini diinisiasi oleh sejumlah elemen yang tergabung dalam Front Anti Militerisme (FAM).
FAM menilai revisi UU TNI berpotensi mengembalikan dwifungsi militer serta mengancam supremasi sipil. Mereka menilai perubahan regulasi ini dapat membuka jalan bagi militer untuk kembali terlibat dalam pemerintahan sipil.
“Secara substansi, revisi UU TNI merupakan bentuk perwujudan dwifungsi militer. Hal ini membuka peluang bagi TNI untuk kembali memiliki peran dalam pengendalian pemerintahan sipil,” tutur Andy Irfan.
Dalam aksinya, FAM menyampaikan delapan tuntutan utama sebagai bentuk penolakan terhadap revisi UU TNI, di antaranya:
1. Menolak revisi UU TNI.
2. Menolak perluasan fungsi TNI dalam ranah sipil.
3. Menolak penambahan kewenangan TNI dalam Operasi Militer Selain Perang, terutama dalam ranah siber.
4. Membubarkan komando teritorial.
5. Menarik seluruh personel militer dari Tanah Papua.
6. Mengembalikan TNI ke barak.
7. Merevisi UU Peradilan Militer guna menghapus impunitas di tubuh TNI.
8. Mencopot TNI aktif dari jabatan-jabatan sipil.
Aksi penolakan ini mencerminkan kekhawatiran kelompok sipil terhadap potensi militerisasi pemerintahan, yang bertentangan dengan prinsip demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia.
Hingga sore hari, situasi di sekitar Gedung Negara Grahadi masih dipantau oleh aparat kepolisian guna memastikan jalannya aksi berlangsung tertib dan kondusif.**