Dinkes Terkesan Pasrah, Proyek Miliaran Puskesmas Bojong 2 Kualitasnya Dipertanyakan

Terlihat perkerja tidak menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan adukan menggunakan Cangkul.

Laporan wartawan sorotnews.co.id : Tim.

PEKALONGAN, JATENG – Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan, Setiawan Dwiantoro, mengaku tidak mau ambil pusing terkait proses pembangunan Puskesmas Bojong 2 yang berlokasi di Desa Kalipancur, Kecamatan Bojong, yang tidak mematuhi aturan atau banyak menyalahi kontrak kerja.

Dia memilih menyerahkan persoalan tersebut kepada pihak pelaksana kegiatan atau rekanan yang menjadi kontraktor dalam pekerjaan fisik gedung Puskesmas Bojong 2.

“Sesuai aturanya saja bagaimana seharusnya,” ucapnya melalui pesan Whatsaap, Sabtu (9/10/2021).

Untuk mengetahui lebih lengkap tentang penerapan aturan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) maupun proses pekerjaan, yang bersangkutan meminta SorotNews untuk menghubungi langsung ke perusahaan kontraktornya.

“Silahkan hubungi perusahaanya saja,” lanjutnya.

Dari hasil pantauan di lokasi, pekerjaan fisik gedung dua lantai Puskesmas Bojong 2 senilai Rp. 2.960.528.00 ironisnya tidak melibatkan peralatan berat seperti mesin pengaduk semen atau alat molen.

Keberadaan alat tersebut atau molen hanya sebagai pajangan lantaran tidak berfungsi atau rusak.

Dari informasi kepala tukang di lokasi, Ahmadi, pekerjaan masih menggunakan cara manual dengan mengandalkan peralatan sederhana seperti sekop dan pacul.

“Kita masih gunakan cangkul karena mesin molen rusak,” katanya.

Ahmadi menjelaskan, untuk pekerjaan pemasangan batu bata seharusnya memang menggunakan mesin molen agar hasilnya benar tapi karena mesin rusak akhirnya manual.

Demikian juga dengan penerapan aturan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) yang mengharuskan para pekerja memakai alat pelindung diri seperti helem, sepatu kerja, rompi khusus, sarung tangan dan masker pelindung dan peralatan setandar K3 lainya terlihat tidak diterapkan.

“Sebenarnya peralatan K3 ada, seperti helem ada 8 berikut pasanganya cuman tidak dipakai karena gerah,” ungkapnya.

Ahmadi juga menerangkan konsultan pengawas yang jarang berada di lokasi karena dianggap tidak ada masalah di lapangan.

“Pengawas jarang dilokasi, datangnya seminggu tiga kali,” jelasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *