Sorot News Dalam Seminar Nasional Bina Pemerintahan Desa : Desa Seksi Dikawal Tiga Kementerian

Laporan wartawan sorotnews.co.id : Arief Rahman Hakim.

JAKARTA – Media Surat Kabar Umum Nasional dan Harian sorotnews.co.id, baru baru ini menggelar Seminar Nasional Bina Pemerintahan Desa, yang dirangkaikan dengan Penganugerahan Sorot News Award 2022, bertempat di gedung serbaguna Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Kamis (27/1/2022).

Bacaan Lainnya

“Media massa miliki peran strategis dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, terutama berkaitan tentang Progres atau berbagai capaian hasil pembangunan dan pelayanan Pemerintah maupun pelayanan di semua desa. Melalui pemberitaan, masyarakat mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pembangunan, baik itu di Pusat, Daerah, kota maupun di desa,” kata Saripudin Ranex, pada acara Seminar Nasional Bina Pembangunan Desa, Kamis (27/1/2022) kemaren.

“Media massa sangat penting untuk mendukung suksesnya pelaksanaan pembangunan baik di Pusat, Daerah, Kota maupun di Desa. Semua saling terhubung dan mendukung guna terlaksananya pembangunan yang merata dari Pusat sampai ke Desa yang diharapkan oleh masyarakat,” kata Saripudin Ranex, yang lebih dikenal dengan panggilan Ranex ini.

Menurut Ranex, Prinsip kesetaraan dalam bekerja sama diperlukan di antara media dan pemerintah karena kedua pihak tersebut saling membutuhkan. Pihak pemerintah membutuhkan peran media sebagai wadah untuk mensosialisasikan apa yang telah dikerjakan kepada masyarakat dan pihak media sendiri membutuhkan pemerintah sebagai sumber berita.

Foto : Prof. Dr. Owin Jamasy, M.Hum., M.M., pH.D, saat pemaparannya dalam Seminar Nasional Bina Pemerintahan Desa.

Sementara itu, Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Dr. Yusharto Huntoyungo, M.Pd dalam sambutannya yang dibacakan Chairul Dwi Sapta, SH., M.AP, Direktur Kelembagaan dan Kerjasama Desa Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, saat seminar Nasional Pemerintahan Desa yang diselenggarakan Sorot News bersama Kemendagri mengatakan pentingnya peran aktif tiga aktor kunci untuk membagun dan membina desa sesuai dengan amanah UU no 6 tahun 2014 antara lain, pemerintah, masyarakat serta swasta.

Dijelaskan Chairul Dwi Sapta, SH., M.AP, bahwa Tata Kelola Pemerintahan Desa yang baik harus melibatkan 3 aspek penting yaitu : (1). Aktibilitas; (2). Keterbukaan; (3). Informasi; (4). Partisipasi.

“Dalam hal ini direktorat mendukung penuh. Masyarakat sebagai penerima berhak menerima informasi secara berkala. Perkembangan digitalisasi mendukung transparasi tata kelola. Pemerintah terus mendorong kualitas desa dari segala hal,” jelas Chairul.

“Kami berharap Seminar Nasional Bina Pemerintahan Desa yang mengangkat tema tata kelola dan strategi pemberdayaan dapat menjadi jembatan terwujudnya tata kelola Pemerintahan Desa dengan baik,” kata Yusharto, saat dihubungi Sorot News terkait meminta info yang mewakilinya.

Ditempat yang sama, Dr. Luthfi Latief, Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Dana Desa Kementerian Desa, PDTT dalam sambutannya mengatakan pemerintah mengawal hampir 75 ribu desa pembangunan daerah seluruh Indonesia. Diantaranya diberi mandat 10 ribu merubah Desa teringgal menjadi Desa berkembang.

“Dana Desa dikawal tiga Kementerian yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan Kementerian Desa, PDTT. Dana Desa sampai tahun 2021 mencapai 72 triliun, dari anggaran tersebut kita bisa melakukan retivilasi di segala unit pembangunan,” kata Luthfy.

“Setiap tahun pemerintah mengeluarkan Pemrendes selalu disesuaikan dengan kondisi yang ada. Seperti pemulihan ekonomi yang berbasis kewenangan Desa. Pada kondisi ini pemerintah selalu minta masukan dari masyarakat,” jelas Luthfy.

“Selain itu Dana Desa juga bisa dipakai membeli sembako mengatasi dampak pandemi. Bisa juga dipakai untuk penanggulangan kemiskinan. Salah satunya dengan cara menghidupkan destinasi wisata yang akhirnya berdampak menciptakan peluang usaha bagi masyarakat,” ungkap Luthfy.

“Dana Desa jangan dipakai menjadi habis tanpa ada hasil apapun. Penggunaan Dana Desa dibagi menjadi beberapa fase, antara lain 40 persen kegiatan sosial, 20 persen untuk ketahanan pangan dan sisanya untuk dimanfaatkan membangun infrastruktur pembangunan desa,” jelas Luthfy.

“Pengawasan Dana Desa memang masih diberikan peluang pada Bupati dan Kepala Desa. Kenapa BUMDes tidak sukses, karena dikelola oleh orang – orang yang awam. Namun jika ditangani profesional maka mampu menciptakan market plane yang baik,” ulas Luthfy.

“Maka semua tergantung dari tata kelola pemimpin daerah masing – masing. Pendampingan harus didukung oleh harmonisasi dengan Pusat. Jangan lagi ada budaya yang kaya makin kaya. Seluruh desa ada penadamping. Bukan tuna sembarang tua. Ikan tuna terbang dibawa angsa. Dana Desa selalu ada buat seluruh warganya,” kata Luthfy, seraya menutup kata sambutan nya dengan Pantun.

Ditempat yang sama, Prof. Dr. Owin Jamasy, M.Hum., M.M., Ph.D, dalam kata sambutannya lebih jauh menyoroti hampir 75 ribu Desa ternyata menjadi persoalan menentukan maju atau tidak negara. Ke 7 aspek penentu kemajuan Pemerintahan Desa adalah (1). Aspek organisasi; (2). Aspek Administrasi; (3). Aspek Pembangunan Infrastruktur; (4). Aspek Pengembangan Sosial Ekonomi; (5). Aspek Permodalan; (6). Aspek Kemitraan; dan (7). Aspek Kelembagaan, ini memiliki 25 sub aspek yang dapat dijadikan alat untuk mengukur status kemandirian sebuah lembaga.

“Kondisi ini yang harus dioperasionalkan ketingkat Desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan,” kata Prof Owin.

“Perlu juga untuk membuat keadilan dalam prosedur dan distribusi. Misalnya ketika ada pengadaan pembagian beras miskin. Apakah sudah ada pemberlakukan keadilan. Karena kondisi ini menumbuhkan kemandirian desa menuju perkembangan god government,” jelas Prof. Owin.

“Kita membutuhkan pendampingan yg konstruktif. Jika pendampingan terus berubah kapan bisa mewujudkan desa yang nyata mandiri bukan mandiri yang abstrak,” ungkap Prof. Owin.

“Titik kursial jika ingin melihat suatu daerah harus dilihat dari keberhasilan aspek tersebut adanya sinkronisasi Pemerintahan Desa dan Pusat. Jika belum ada keadilan maka jangan harap terwujud kemandirian akan tercapai,” jelas Prof. Owin.

“Pada posisi ini peran media harus menginformasikan sikronisasi yang memiliki persepsi yang sama. Sesempit desa tapi warganya tetap bernaluri yang maju,” kata Prof. Owin Jamasy.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *