Laporan wartawan sorotnews.co.id : Lukmansyah.
LUTIM, SULSEL – Diberitakan pada terbitan sebelumnya bahwa Pengadaan Buku di sekolah SD dan SMP di Luwu Timur provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) terus menjadi sorotan publik hingga kasusnya bergulir di Unit Tipikor Polres Luwu Timur.
Pasalnya, selain kualitas yang buruk, dimana tinta gambar luntur dan melekat di tangan saat di rabah juga menggunakan kertas tipis.
Selain itu, pengadaan buku yang diperkirakan menelan anggaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Tahun 2021 dan 2022 hingga milyaran tersebut proses pengadaannya terkesan memaksakan Kepala Sekolah untuk membeli buku yang harganya bervariasi mulai dari 18.000/buku.
Berdasarkan investigasi wartawan Sorotnews dilapangan, sejumlah Kepala Sekolah di Luwu Timur mulai angkat bicara dan bahkan meminta pihak aparat penegak hukum mengungkap kasus ini hingga tuntas. Agar terungkap siapa dalang yang terkesan melakukan intervensi hingga sekolah terpaksa harus membayar pengadaan buku menggunakan dana BOS.
Sejumlah pihak sekolah yang ditemui wartawan Sorotnews juga mengaku jika buku tersebut datang tanpa di pesan oleh pihak sekolah sebelumnya. Dan parahnya para Kepala Sekolah di suruh menandatangani nota pesanan yang sudah terisi sebelumnya.
“Sebenarnya kami berharap pihak Kepolisian atau Kejaksaan ini dituntaskan. Kalau memang dibutuhkan keterangan dari kami pihak sekolah silahkan. Saya selaku Kepala Sekolah pada saat itu di suruh tanda tangani nota pesanan buku yang sudah terisi. Tapi saya bilang tunggu dulu. Saya mau cocokan dulu jumlah buku yang datang dengan yang ada di nota. Jangan sampai kurang yang datang. Ternyata faktanya memang begitu. Buku yang di nota itu jumlahnya tidak sesuai dengan yang datang. Bahkan selisihnya hingga ratusan. Dan jujur, memang awalnya kami tidak tau kalau ada buku yang mau datang. Tahun lalu itu saya bayar 10 juta, karena bukunya terlanjur datang. Sisanya kami bayar bertahap di tahun ini (2022),” ungkap salah seorang Kepala Sekolah SMPN di Luwu Timur.
Salah seorang Kepala Sekolah SMPN lain di Luwu Timur juga mengatakan jika buku tersebut hanya berupa LKS.
Ia pun mengaku anggaran dana BOS yang di siapkan untuk membayar buku tersebut sekitar 60 juta lebih dan diakui jika tanpa sepengetahuannya buku tersebut tiba – tiba datang, bersama nota pesanan yang sudah terisi.
“Sebenarnya bukan buku, itu hanya berupa LKS dan sebenarnya kita sekolah tidak tau pak, itu buku tiba-tiba datang. Awalnya kami hanya di mintai data jumlah siswa kami tidak tau ternyata untuk disesuaikan dengan jumlah buku yang datangkan di sekolah. Nota pesanan juga sudah terisi tinggal di tanda tangani sekolah. Kalau kita mau tau itu masalah buku, tanya ke Dinas. Karena kita sekolah tidak tau. Pertama datang itu buku saya sangka buku paket. Tahun lalu saya bayar 10 juta dulu, pakai dana BOS 2021, karena barangnya tiba – tiba datang. Rencana dana BOS tahap dua 2022 cair kami lunasi sisanya. Kalau di sekolah kami sekitar 60 juta lebih harganya itu buku yang harus kami bayar,” ungkapnya sembari meminta identitasnya tidak dipublikasikan.
Salah seorang Kepala Sekolah SD yang lain lagi juga mengaku bahwa yang datang di sekolahnya buku duluan. Setelah itu nota pesanan dan itu berdasarkan arahan dari Dinas Pendidikan.
“Buku dulu datang pak, baru nota pesanan itu sesuai pesanan dari Dinas,” bebernya.
Sebelumnya Kepala Dinas Pendidikan Luwu Timur Drs. La Besse, kepada wartawan di ruang kerjanya mengatakan jika pengadaan buku yang menelan anggaran hingga milyaran tersebut bukan kewenangan Dinas, melainkan kewenangan sekolah masing-masing.
“Pengadaan buku ini bukan kewenangan Dinas, tapi kewenangan sekolah sepenuhnya. Jadi saya tidak tahu mau jawab apa. Karena saya memang tidak tahu. Apalagi soal nota pesanan,” ujar La Besse.
Diketahui pengadaan buku tersebut di kelola oleh CV. Lontara, dan kini di lidik Unit Tipikor Polres Luwu Timur, namun pihak penyidik masih enggan membeberkan pihak mana saja yang telah di periksa.
Kanit Tipikor Satreskrim Polres Luwu Timur Ipda Muhbin, SH, saat dikonfirmasi (2/4/2022) mengatakan jika pihaknya sedang melakukan pulbaket.
“Oh iye, kami masih pulbaket,” katanya.