Laporan wartawan sorotnews.co.id : Nahar
JAMBI – Prof. Owin Jamasy, Ph.D, yang merupakan pakar Pemberdayaan Indonesia sekaligus guru besar Asiae University menanggapi Persoalan penanganan Suku Anak Dalam (SAD) di Provinsi Jambi yang hingga saat ini masih menjadi pembicaraan semua kalangan, baik dari Pemerintah, LSM dalam negeri maupun diluar negeri, bahkan pihak swasta serta lapisan masyarakat
Pendekatan Pemberdayaan yang dilakukan Pemerintah maupun pihak diluar pemerintah belum membuahkan hasil yang maksimal disebabkan adanya ketidaksamaan dalam makna atau konsep sebuah pemberdayaan itu sendiri.
“Secara konsep pemberdayaan itu bukan sebagai teori tetapi metodologi. Tetapi sekarang sudah banyak yang mengatakan pemberdayaan itu cenderung kepada konsep, sebenarnya itu metodologi,” jelas Prof. Owin Jamasy di salah satu kafe di Jambi, Selasa (13/12/2022)
Pemberdayaan itu tidak mengenal yang namanya perubahan atau change, tetapi lebih kepada gerakan atau pergeseran. Bagi seorang pemberdaya, busur yang keluar dari panah itu bukan sebuah perubahan tapi pergeseran, walaupun itu terjadi secara cepat
Prof. Owin menambahkan, bahwa pemberdayaan itu dianalogikan sebuah busur panah yang dilepaskan kepada sebuah sasarannya.
“Sebuah busur panah kita filmkan, kita buat lambat pergerakan, itu langsung nembus atau bergeser. Secepat kilat peluru apapun misalnya, kita rekam dengan kamera yang secara lambat, maka yang kita lihat adalah sebuah pergeseran, nah itulah yang disebut proses pergeseran, jadi pemberdayaan itu bukan ingin mengubah sebenarnya tapi pemberdayaan itu ingin menggeser,” ujarya
Lebih lanjut Prof. Owin menjelaskan bahwa perubahan itu sifatnya frontal, ada yang mengatakan tidak semudah membalikan telapak tangan, seperti putih menjadi hitam atau merah menjadi putih, semua itu adalah merubah, sementara pemberdayaan itu adalah menggeser.
“Makanya di dalam sebuah pemberdayaan itu syarat kongkritnya adalah tidak boleh langsung ingin terjadi sebuah perubahan, karna tafsir sebuah perubahan itu sangat berbeda,” pungkasnya