Lima Tahun Tak Diberi Salinan AJB, Kuasa Hukum Korban Salah Akad Kredit Rumah di Kauman Residence Batang Datangi Notaris

Laporan wartawan sorotnews.co.id : Toni. 

BATANG, JATENG – Tim pengacara dari LBH Adhiyaksa mendatangi Kantor Notaris dan PPAT Pongki Sugiarto di Jalan Urip Sumoharjo nomor 10 Sambong Kabupaten Batang. Kedatangan kuasa hukum dari korban salah akad kredit Bank BTN Pekalongan tersebut untuk meminta salinan Akad Jual Beli (AJB) sebuah rumah di Kauman Residence.

“Kami datang untuk mengambil salinan AJB dan dokumen lain yang diperlukan di Kantor Notaris dan PPAT Pongki Sugiarto,” kata M Zaenudin, Senin (17/7/2023).

Ia menegaskan bahwa salinan AJB menjadi hak dari kliennya sehingga wajib dberikan karena itu merupakan barang bukti yang harus dimiliki oleh kliennya.

Sejak AJB ditandatangani oleh kliennya pada Jum’at 29 Juni 2018 hingga sekarang tidak pernah diberikan maupun diperlihatkan. Ada apa, hal tersebut menimbulkan kecurigaa sehingga pihaknya bermaksud mengambil salinannya.

“Hari ini kami datang untuk memintanya agar bisa dipelajari dan dicocokkan antara AJB dan pengajuan kreditnya, namun belum bisa diberikan dengan dalih masih dicari,” ujarnya.

Zaenudin mengatakan kedatangannya ke Kantor Notaris dan PPAT Pongki Sugiarto hanya ditemui oleh stafnya yang beralasan pencarian salinan AJB membutuhkan waktu.

“Katanya mau diserahkan beberapa hari ke depan. Itu janji yang bersangkutan,” kata Zaenudin memjelaskan.

Sementara itu saat sejumlah media hendak mengkonfirmasi yang bersangkutan, Pongki Sugiarto menurut stafnya sedang tidak ada di tempat.

“Pak Pongki keluar ada AJB di Limpung,” ungkap Supri, Staf dari Pongki Sugiarto.

Sebelumnya diberitakan seorang pensiunan polisi dari Polres Batang bernama Agustanto (68) yanga mengaku dirugikan oleh mal administrasi kredit rumah di BTN Pekalongan karena salah menampati rumah angsuran yang tidak sesuai dengan akad kredit.

Korban merupakan warga Kabupaten Batang telah mengangsur rumah tipe 50 di perumahan Kauman Residen, Batang. Namun setelah dua tahun baru menyadari rumah yang ditempati tipe 45.

Atas kejadian tersebut korban mengaku dirugikan karena mengangsur lebih mahal dari yang seharusnya. Tiap bulan nominal setoran tidak tetap mulai sari Rp 2,35 juta hingga Rp 2,8 juta.

Belakangan setelah dua tahun mengangsur akhirnya memilih berhenti lantaran khawatir sertifikat rumah akan berbeda bila lunas nanti. Korban juga tidak pernah ditagih hingga kasus tersebut mencuat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *