Pemberangkatan Non Prosedural PMI Ke Timur Tengah Terindikasi Pembiaran Oleh Negara

Laporan wartawan sorotnews.co.id : Suherman. 

JAKARTA – Banyaknya pengaduan dan korban yang berjatuhan terindikasi masih marak nya kasus kasus pengiriman tenaga kerja Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang non prosedural alias ilegal. Maraknya jalur – jalur gelap dan proses non prosedural pengiriman PMI mengindikasikan bahwa proses pengawasan dan pembinaan terlihat lemah.

Salah satunya laporan terakhir yang diterima Lembaga Federasi BUMINU SARBUMUSI, atas nama PMI Irat Suriat asal Serang Banten, Irat diberangkatka melalui sponsor kampung bernama Lia dan diserahkan kepada Ahmad Dan Cici selaku Agen di Jakarta, Irat sendiri diberangkatkan pada tanggal 26 Februari 2023 tiba di Riyadh dijemput langsung pihak Sarikah atas nama Yusuf.

Di sarikah tersebut Irat hanya satu malam karena besoknya di majikan pertama satu bulan dan Kembali ke Sarikah. Selang dua hari Irat Kembali dijemput oleh makjikan kedua selama 2 bulan. Setelah itu Kembali dipulangkan ke Sarikah,

Selang berapa hari irat kembali diambil oleh majikan yang ketiga. Dimajikan ketiga inilah Irat mulai bermasalah dengan kerja yang berat, akhirnya sakit gula (Diabetes) dengan kaki bengkak. Bukannya diobati Irat tetap harus kerja tanpa adanya pri kemanusiaan.

Karena penyakitnya bertambah menyiksa Irat minta dipulangkan. Namun bukannya disetujui justru Irat mendapat cacian bahkan mengancam akan dibuang atau dijual kepada majikan lain. Sementara melapor ke pihak Agency yang di Jakarta pun tidak mendapatkan respon. Dan ahirnya pihak keluarga melalui adiknya meminta bantuan ke Federasi BUMINU SARBUMUSI.

Pemberangkatan Non Prosedural yang cenderung pada TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) masih terus marak terutama di daerah-daerang kantong PMI (Pekerja Migran Indonesia) seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan NTB. Pembentukan Satgas (Satuan Tugas) yang diinisiasi BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) dan saat ini diambil alih oleh Kepolisian Negara seperti tidak berujung. Penempatan ke Timur Tengah masih terus marak bahkan lebih massif, yang diduga dilakukan oleh para sindikat, mafia yang teroganisir.

Menurut Ali Nurdin, Ketua Umum F-BUMINU SARBUMUSI (Federasi Buruh Migran Nusantara Sarikat Buruh Muslimin Indonesia) bahwa negara belum serius menangani persoalan ini, negara masih terpaku pada pasca kejadian atau setelah ada laporan. Sementara akar persoalan dan pencegahan masih minim perhatian.

Menurutnya pertama ; kemiskinan, pendidikan rendah, konflik keluarga adalah posisi rentan yang mampu dimanfaatkan oleh para pelaku untuk menjerat mereka dengan iming-iming, termasuk pemberian uang fee.

Kedua ; Minimnya sosialisasi kepada masyarakat yang seharusnya Tugas Pemerintah Desa, sesuai Mandat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Pasal 42 belum dijalankan bahkan Desa banyak yang belum tau UU tersebut dan yang lebih parah ada pejabat desa justru ikut terlibat.

Ketiga ; regulasi yang tumpang tindih antara Kementerian Ketenagakerjaan dan BP2MI, sehingga berakibat pada sulit dan berbelitnya untuk pemberangkatan yang resmi seperti SPSK (Sistem Penempatan Satu Kanal).

Sementara Arab Saudi dan Negara Timur Tengah lainnya adalah Negara Monarki dengan karakter perbudakannya yang masih kental dan sulit dirubah. Sehingga perlu aturan dan perjanjian yang jelas untuk bisa melindungi PMI yang bekerja disana. Sementara SPSK benar-benar dianggap sudah baik walaupun masih ada kekurangan malah ditutup lagi, sehingga kesempatan ini dimanfaatkan kembali oleh para pelaku dan sindikat.

Keempat ; dugaan adanya keterlibatan para oknum di pemerintahan terkait.

Kelima ; tidak ada tindakan hukum yang menjerahkan para pelaku, sehingga kami anggap ketidak seriusan ini dianggap terindikasi pembiaran atau dipelihara Nagara.

Ali Nurdin kembali menambahkan sekaligus berharap :

1. Momontum Kepemimpinan Nasional yang baru agar segera biasa menambah Kementerian baru yang khusus menangani Pekerja Migran Indonesia karena sektor ini adalah penyumabang Devisa Negara Terbesar kedua setelah Migas sehingga layak mendapat perhatian yang serius.

2. Segera mengesahkan RUU PPRT menjadi UU PPRT karena walau bagaimanapun 60 persen pekerja Migran Indonesia di luar Negeri adalah Pekerja Rumah Tangga, sehingga sangat ironi ketika banyak pelanggaran terhadap PMI PRT justru di negara sendiri tidak mempunyai UU khusus PRT.

3. Implementasi menyeluruh Permenaker Nomor 2 tahun 2019 tentang Desa Migran Produktif sebagai perlindungan dini (Preventif) yang telah ditandatangani oleh 8 kementerian Lembaga.

4. Dapat Melanjutkan Kembali Program SPSK dengan terus melakukan perbaikan yang sesuai dengan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 291 Tahun 2018.

5. Sosialisasi yang lebih massif terutama sosialisasi di dareah-daerah kantong Penempatan.

6. Menindak tegas para Oknum dan pelaku Sindikat dengan hukuman yang menjerakan.

Ali Nurdin mengingatkan pentingnya sinergisitas dan kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, lembaga / Ormas serta masyarakatnya sendiri dalam suksesi pencegahan pemberangkatan dan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara non prosedural alias ilegal.*

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *