Laporan wartawan sorotnews.co.id : Tim.
PEKALONGAN, JATENG – Slamet Santoso (55) menyampaikan keluhannya terkait kelanjutan kasus dugaan penyelewengan dana desa di Desa Tunjungsari, Kecamatan Siwalan. Dalam laporannya, terkait pembangunan fisik, peternakan, dan program padat karya serta administrasi di desa tersebut diduga dikuasai oleh kepala desa tanpa adanya kerjasama dengan bendahara dan tim pelaksana kegiatan (TPK).
“Saat ini proses masih berjalan. Saya mendapat panggilan untuk hari Selasa depan. Yang terjadi di lapangan tahun 2022, proyek sempat mangkrak selama satu tahun dan baru dilanjutkan setelah ada pemanggilan dari kejaksaan. Ada pembelian 10 ekor kerbau, namun belakangan diketahui hanya 7 ekor yang dibeli dan kemudian dijual serta digantikan dengan sapi,” ujar Slamet ditemui di kantor Kejaksaan, Jumat (2/8/2024).
Sementara Kasi Intel Kejaksaan Kabupaten Pekalongan, Triyo Jatmiko, menjelaskan bahwa proses penyelidikan masih berlangsung.
“Pengaduan utama terkait anggaran pembelian 8 ekor kerbau, namun kenyataannya hanya 7 ekor yang dibeli dan dijual, lalu diganti dengan sapi. Kami telah mendalami kasus ini, dan hasilnya akan kami serahkan ke inspektorat untuk menghitung kerugian yang ada,” jelasnya.
Triyo menambahkan, “Berdasarkan MOU antara Kejaksaan, Kemendagri, Polri, dan APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah), kasus ini akan dihitung kerugiannya oleh inspektorat terlebih dahulu. Jika dalam dua kali 30 hari tidak ada pengembalian kerugian, maka kasus akan ditingkatkan ke penyidikan. Saat ini, kami sedang menunggu hasil perhitungan dari inspektorat,” ungkapnya.
Selain sapi, laporan juga mencakup dugaan penyelewengan dana padat karya tunai desa sebesar Rp80 juta.
“Ini juga dalam pemeriksaan,” tambah Triyo.
Triyo menegaskan bahwa penyelidikan masih berjalan dan belum mencapai ranah hukum karena masih dalam proses klarifikasi dan penghitungan kerugian.
“Warga datang menanyakan progresnya, dan kami menjelaskan bahwa proses masih berlangsung. Ini bukan berarti kasusnya berhenti,” jelasnya.
Sumber anggaran yang dipersoalkan berasal dari dana desa tahun 2021 hingga 2023, dengan fokus pada ketahanan pangan di tahun 2022. Hingga saat ini, proses penyelidikan di Desa Tunjungsari masih berlangsung, sementara kasus di desa lain seperti Desa Coprayan juga sedang dalam proses sidang.
Surat yang dibawa warga adalah panggilan untuk klarifikasi lebih lanjut, karena pelapor belum dimintai keterangan secara resmi.
“Kami baru melakukan komunikasi awal, namun keterangan resmi belum diambil,” tutup Triyo.*