Laporan wartawan sorotnews.co.id : Marselin SK.
KUPANG, NTT – Energi baru terbarukan (EBT) merupakan solusi bagi tantangan energi di masa depan. Berbeda dengan energi fosil yang semakin terbatas dan menghasilkan emisi gas rumah kaca, EBT lebih ramah lingkungan dan dapat diperbarui secara terus-menerus.
Beberapa wilayah di NTT, seperti Pulau Sumba, telah menjadi lokasi strategis untuk pengembangan energi terbarukan ini.” Demikian dikatakan Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, saat hadir pada acara Sharing Session dan Konsultasi Publik Rancangan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi NTT, bertempat di Hotel Harper, pada Selasa (11/3/2025).
Acara yang diinisiasi oleh MENTARI tersebut mengangkat tema: “Membangun Swasembada Energi Bersih dari Desa.” Program MENTARI (Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia) sendiri adalah sebuah kemitraan energi rendah karbon antara Negara Inggris dan Negara Indonesia yang telah berjalan selama 5 tahun (2020-2025) sebagai hasil kerja sama antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia dan Kedutaan Besar Inggris di Jakarta dalam mendukung pengembangan energi rendah karbon di Indonesia.
Gubernur NTT, Melki Laka Lena, mengapresiasi penyelenggaraan kegiatan ini, dimana merupakan kesempatan emas bagi para pemangku kepentingan, akademisi, narasumber, mitra kerja terkait serta para pelajar sekolah kejuruan untuk berdiskusi, berbagi pemikiran, dan merancang langkah strategis guna memanfaatkan potensi besar energi terbarukan yang dimiliki NTT.
“NTT memiliki kekayaan sumber daya energi terbarukan yang luar biasa. Dari panas bumi, tenaga angin, energi surya, tenaga air, arus laut, hingga biomassa – semua ini merupakan peluang besar bagi kita dalam mendorong transisi energi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Upaya ini sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” ujar Melki.
“Sebagai bagian dari visi pembangunan berkelanjutan dalam periode 2025-2030, Pemerintah Provinsi NTT berkomitmen untuk mengoptimalkan potensi energi terbarukan demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengembangkan hilirisasi produk lokal non-tambang, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, hingga saat ini, pemanfaatan sumber EBT di NTT baru mencapai 35,67 MW atau hanya 0,15 persen dari total potensi yang mencapai 23.812,5 MW. Ini adalah tantangan besar yang harus kita jawab dengan kerja keras dan kolaborasi,” terang Melki.
Gubernur NTT juga mengapresiasi tinggi Program MENTARI yang telah menjalankan proyek percontohan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di dua desa di Sumba Tengah, serta mendukung pelatihan di 42 lokasi penerima PLTS DAK di Sumba. “Ini adalah contoh nyata bahwa energi terbarukan berbasis desa yang mampu mendukung kegiatan ekonomi lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga transisi energi tidak hanya berjalan cepat, tetapi juga berkeadilan, berkelanjutan, dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, terutama di desa-desa terpencil,” ucapnya.
Gubernur Melki Laka Lena menegaskan bahwa langkah ini sejalan dan selaras dengan Program Prioritas Nasional serta Program Quick Win NTT.
“Ini semua sejalan dengan Program Prioritas Nasional ‘Swasembada Pangan dan Energi’, serta Dasa Cita ketujuh ‘Ayo Bangun NTT’, yang menekankan pentingnya pengembangan infrastruktur jalan, air, listrik, dan rumah layak huni demi kesejahteraan masyarakat, serta implementasi Program Quick Win NTT yang ke-3 yaitu pengembangan One Village One Product (OVOP) yang berbasis hilirisasi komoditas di tingkat desa,” jelas Melki.
“Sehingga saya berharap dengan adanya kegiatan Sharing Session ini dapat menjadi model yang dapat direplikasi, serta memberikan masukan bagi rekomendasi kebijakan on-grid dan off-grid EBT khususnya PLTS dan investasi publik-swasta dalam pengembangan EBT di tingkat desa,” tutur Melki.
Gubernur NTT juga berharap, Dokumen Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi NTT yang telah disusun melalui berbagai tahapan konsultasi akan menjadi fondasi dalam perencanaan dan pengelolaan energi di NTT.
“Dokumen ini mengintegrasikan prinsip gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI), sehingga memastikan bahwa transisi energi yang kita jalankan bersifat inklusif dan berkeadilan. Dengan demikian, tidak ada satu pun kelompok masyarakat yang tertinggal dalam pembangunan energi bersih di NTT.” Pungkas Melki Laka Lena.
Sementara itu, Sektretaris Direktorat Jenderal EBTKE ESDM, Sahid Junaidi, mengatakan diperlukan sinergi dari beberapa pihak untuk mendukung ketahanan energi di Indonesia.
“Kami dari Kementerian ESDM akan terus berupaya untuk memastikan ketersediaan energi yang terjangkau. Sehingga ini adalah bentuk sinergi pemerintah pusat dan daerah serta berbagai pemangku kepentingan seperti organisasi internasional dengan tujuan masyarakat memperoleh kebutuhan energi yang layak.” Jelasnya.
Direktur Pembangunan Internasional Inggris untuk Indonesia, Amanda Mc Loughin mengungkapkan kebanggaannya karena program kemitraan MENTARI selama setahun dengan pemerintah NTT telah menghasilkan dokumen RUED pertama Indonesia yang mengintegrasikan prinsip-prinsip GEDSI.
“Ini merupakan tonggak sejarah dalam kemitraan Indonesia-Inggris yang menunjukkan komitmen bersama untuk transisi energi yang adil, yang akan terus didukung oleh pemerintah Inggris melalui MENTARI. Kami selalu libatkan setiap pemangku kepentingan dalam setiap prosesnya. Ini untuk peradaban kehidupan masyarakat yang lebih baik lagi di masa depan.” Ujar Amanda.**